PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA
PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH
A.
PROSES
PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN TINGGI JARAH JAUH
1.
Pengantar
Pembelajaran
merupakan komponen pendidikan yang sangat besar perannya dalam mencapai tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, mutu pendidikan sering sekali dikaitkan dengan
mutu pembelajaran. Mutu pembelajaran yang tinggi diasumsikan akan menghasilkan
mutu pendidikan yang tinggi pula. Meskipun sangat banyak silang pendapat
mengenai istilah pembelajaran, tampaknya dapat disepakati bahwa dalam
pembelajaran terdapat interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar.
Sumber belajar dapat berupa guru/dosen, perpustakaan, orang (nara sumber),
internet, serta sumber lain yang relevan dengan bidang yang sedang dipelajari.
Agar terjadi interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar, harus ada
fasilitasi yang memungkinkan peserta didik melakukan interaksi secara terarah
dan interaktif. Untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, fasilitasi ini
dilakukan oleh guru, sedangkan untuk tingkat pendidikan tinggi, fasilitasi
tersebut dilakukan oleh dosen.
|
2.
Hakikat
Pembelajaran di PTJJ
a)
Pengertian
Undang-Undang
no 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pendidikan jarak jauh
sudah diakui sebagai salah satu bentuk pendidikan. Namun masih banyak yang
belum paham akan sistem pendidikan jarak jauh, sehingga muncul suara-suara
miring yang memerahkan kuping para penyelenggara PTJJ, khusunya di tingkat
pendidikan tinggi. Pada pikiran mereka yang mempunyai saudara atau teman yang
menempuh pendidikan di Universitas Terbuka (UT), satu-satunya perguruan tinggi
penyelengara PTJJ di Indonesia, ada anggapan bahwa untuk menempuh pendidikan
(kuliah) jarak jauh hanya perlu registrasi, membeli bahan ajar, dan ujian. Mata
rantai yang merupakan jantung pendidikan, yaitu proses pendidikan seolah-olah
dilupakan.
Berbagai
bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta
sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai standar nasional pendidikan
(Pasal 31, ayat 1 dan 3). Sesuai dengan ayat tersebut, maka layanan belajar
harus memungkinkan peserta didik
menguasai kemampuan yang ditetapkan dalam standar nasional jenjang serta
program pendidikan yang dimaksud. Dengan demikian, pembelajaran dalam PTJJ
harus mendapat perhatian yang sunguh-sunguh sehingga layanan belajar/fasilitas
yang dirancang bagi mahasiswa benar-benar mampu membuat mereka belajar.
|
Pembelajaran
di PTJJ dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang berlangsung jarak jauh,
kerena terpisahnya pendidik dengan peserta didik, mempersyaratkan kemandirian
peserta didik, serta didukung oleh layanan belajar yang memadai. Tiga aspek
utama dalam definisi tersebut yaitu:
1) Aspek
pertama, keterpisahan antara pendidik dengan peserta didik muncul karena sesuai
dengan UU No 20, Pasal 31, Ayat (2), PTJJ memang melayani kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
2) Aspek
kedua, kemandirian, merupakan syarat yang semestinya dipenuhi oleh peserta
didik di PTJJ, namun pada kenyataan, kadar kemampuan belajar mandiri ini sangat
bervariasi karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
3) Aspek
ketiga, layanan belajar, berkaitan dengan tingkat kemandirian peserta didik.
Pengelola PTJJ mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mengembangkan
dan membina kemampuan belajar mandiri.
Pentingnya layanan belajar dalam PTJJ
dapat ditinjau dari berbagai aspek berikut, sebagai yang dikemukakan oleh
Simpson (2000).
1) Dari
segi retensi, (kemampuan bertahan), mahasiswa PTJJ umumnya mempunyai daya
retensi yang rendah.
2) Mulai
banyaknya lembaga yang menyelenggarakan PTJJ membuat persaingan dalam
menyediakan akses pendidikan jarak jauh bagi masyarakat meningkat.
3) Mahasiswa
yang belajar melalui PTJJ merupakan mahasiswa yang terisolasi, baik dari teman
seangkatannya, maupun dari lembaga PTJJ sendiri, bahkan mungkin dari
keluarganya.
4) PTJJ
yang hanya menyiapkan bahan belajar bagi mahasiswa sebenarnya menunjukkan
otoritas lembaga tanpa memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memilih atau
mengemukakan pendapat.
b)
Fungsi
dan manfaat
Fungsi
utama PTJJ adalah memberkan kesempatan mengikuti pendidikan formal bagi warga
negara yang tidak mungkin mengikuti pendidikan tatap muka. Dengan perkataan
lain, PTJJ berperan dalam memeratakan kesempatan belajar bagi seluruh warga
negara, dimanapun mereka berada.
Hakikat
pembelajaran di PTJJ yang unik tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting,
yaitu menjadikan mahasiswa sebagai pebelajar mandiri dan sepanjang hayat, yang
merupakan salah satu aspek dalam tujuan utuh pendidikan nasional. Melalui
belajar mandiri, peserta didik akan terlatih untuk berdisiplin dan bertanggung
jawab, yang pada gilirannya akan memungkinkan dia menjadi pebelajar seumur
hidup. Dengan demikian, di samping memenuhi fungsinya untuk memeratakan
kesempatan belajar bagi seluruh warga negara, PTJJ juga dapat memfasilitasi
terbentuknya kemampuan mandiri, serta kebiasaan berdisiplin dan bertanggung
jawab.
3.
Modus
Pembelajaran PTJJ
Pembelajaran
jarak jauh, yang direalisasikan dalam bentuk layanan belajar, dapat
diselenggarakan dalam berbagai modus. Layanan belajar ini pada dasarnya disebut
sebagai tutorial, menurut Holmberg (1995) dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu: (1) tutorial jarak jauh, (2) tutorial pelengkap yang merupakan
konsultasi personal secara terjadwal di pos belajar, dan (3) tutorial
residensial/ tatap muka yang terpusat untuk mata kuliah tertentu. Namun, dari
modus penyelenggaraan, layanan belajar atau tutorial ini dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu jarak jauh dan tatap muka. Berikut ini uraiannya
secara sekilas.
a)
Layanan
Belajar Jarak Jauh
Jenis-jenis layanan
belajar jarak jauh sebagai berikut:
1) Layanan
belajar secara tertulis yang disampaikan melalui koresponden. Bahan ajar cetak
beserta berbagai panduan yang telah disiapkan disampaikan kepada mahasiswa.
Bahan ajar ini pada umumnya berbentuk modul.
2) Layanan
belajar melalui multimedia. Bahan ajar cetak yang disediakan bagi mahasiswa
dilengkapi dengan multimedia, seperti kaset audio, kaset video, Pembelajaran
Berbantuan Komputer (PBK), atau media lainnya.
3) Layanan
belajar secara tersiar, baik melalui radio maupun televisi (TV). Penjelasan
materi tertentu, pengumuman berbagai kegiatan, pembahasan tugas, atau kiat-kiat
belajar terntentu disiarkan melalui radio atau TV.
4) Layanan
belajar melalui telepon. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan
kontak dengan para pendidik/dosen melalui telepon, sesuai dengan kesepakatan.
5) Layanan
belajar Online. Mempersyaratkan mahasiswa melek komputer, di samping mempunyai
akses ke internet.
Rambu-rambu dalam
memberikan layanan belajar jarak jauh:
1) Memberikan
petunjuk yang jelas tentang kompetensi yang harus dikuasai.
2) Mencerminkan
keakraban dan kehangatan, yang dapat direalisasikan dalam bentuk sapaan atau
penguatan, sehingga mahasiswa termotivasi untuk mengerjakan atau petunjuk yang
diberikan.
3) Mendeskripsikan
pengalaman belajar yang harus dilakukan mahasiswa untuk menguasai kompetensi
tersebut.
4) Jenis
materi, media, serta fasilitas lain yang diperlukan dalam setiap pengalaman
belajar.
5) Cara
mahasiswa mengetahui tingkat keberhasilan dan tindak lanjut apa yang harus
dilakukannya setelah mengetahui tingkat keberhasilan tersebut.
b)
Layanan
Belajar Tatap Muka
Layanan
belajar tatap muka dibenarkan oleh, UU No 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
melalui pasal 31, penjelasan ayat 3 yang menyatakan bahwa pendidikan jarak jauh
mencakup pengorganisasian tunggal (modus tunggal), atau bersama tatap muka
(modus ganda). Dalam memberikan layanan tatap muka, Simpson (2000) menekankan
agar para pengelola PTJJ selalu mengingat adanya perbedaan antara layanan tatap
muka mahasiswa PTTM dengan mahasiswa PTJJ. Perbedaan tersebut antara lain
sebagai berikut:
1) Dalam
PTJJ, bahan ajar dapat diberikan terpisah dari layanan tatap muka.
2) Mahasiswa
PTJJ terpisah dari teman-temannya dan dari institusi PTJJ sendiri.
3) Kualifikasi
pendidikan dan kemampuan belajar mahasiswa PTJJ mungkin sangat rendah ketika
mereka pertama kali mulai bergabung.
4) Pertemuan
tatap muka merupakan sesuatu yang tidak sering terjadi pada mahasiswa PTJJ.
5) Mahasiswa
PTJJ adalah mahasiswa yang “terisolasi”, dalam arti jarang bertemu dengan teman
dari program studi yang sama.
6) Mahasiswa
yang mengikuti tutorial tatap muka mengharapkan jauh lebih banyak daripada yang
diharapkan oleh mahasiswa PTTM kerena pertemuan tatap muka ini dapat merupakan
sesuatu yang istimewa bagi mahasiswa PTJJ.
Layanan belajar tatap muka dapat
dilakukan dalam bentuk tutorial dan konseling. Dilihat dari jenis kegiatan yang
dilakukan, tutorial tatap muka dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu
tutorial yang bersifat pengkajian substansi, serta tutorial yang lebih bersifat
latihan dan penghayatan. Kedua jenis tutorial ini dapat dilakukan dengan
layanan individual dan kelompok. Berikut ini akan diuraikan secara singkat:
1) Tutorial
yang Bersifat Pengkajian Substansif
Jenis ini difokuskan
pada kemampuan peserta didik untuk menguasai substansi materi mata kuliah yang
lebih bersifat kognitif, termasuk yang bersifat keterampilan kognitif atau yang
disebut oleh Gagne (1985) sebagai keterampilan intelektual.
2) Tutorial
yang Bersifat Latihan dan Penghayatan
Tutorial ini difokuskan
pada pembentukan keterampilan serta sikap dan nilai.
4.
Berbagai
Masalah dalam Proses Pembelajaran Jarak Jauh
Ditinjau
dari segi pembentukan kemampuan, pendidikan jarak jauh lebih sering dikaitkan
dengan kawasan kognitif. Artinya kemampuan yang dapat dicapai melalui pendidikan
jarak jauh adalah penguasaan
pengetahuan. Hal ini terutama dikaitkan dengan alat ukur penguasaan pengetahuan
tersebut yang sebagian besar terdiri
dari tes objektif.
Pada
kenyataannya, program-program pendidikan yang ditawarkan melalui PTJJ, tidak
jauh berbeda dengan program-program yang ditawarkan melalui PTTM. Oleh karena
itu, kemampuan praktis seperti keterampilan yang memerlukan kegiatan praktek,
serta penguasaan sikap dan nilai yang memerlukan penghayatan, semestinya juga
dapat dicapai melalui PTJJ. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 31, ayat 3, yang
menyatakan bahwa pendidikan jarak jauh diselenggarakan dengan mengikuti standar
nasional yang sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan.
B.
KEMANDIRIAN
BELAJAR PADA PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH
1.
Konsep
Kemandirian pada Pendidikan Jarak Jauh
Berbagai Ahli mencoba
untuk mendefinisikan belajar mandiri. Berikut ini definisi belajar mandiri dari
para ahli:
a) Menurut
Knowles (1975), belajar mandiri adalah suatu proses bagi seseorang untuk
mengambil inisiatif, baik dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam melakukan
diagnosa kebutuhan-kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan-tujuan belajar,
mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi
belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri.
b) Menurut
Hiemstra (1998), belajar mandiri dilihat sebagai semua bentuk belajar individu
yang memiliki tanggungjawab utama untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi usahanya.
c) Menurut
Clardy (1999), belajar mandiri merupakan suatu proses bagi mahasiswa untuk
dapat memutuskan atau mengontrol langkah, arah, dan keadaan belajarnya.
Menurut Candy (1991), ada empat dimensi dari
belajar mandiri yaitu:
a) Otonomi
pribadi. Dimensi ini menunjukkan karakteristik individual dari orang yang mampu
belajar mandiri. Orang yang memiliki kemandirian adalah orang bebas dari
tekanan internal maupun eksternal; memiliki kumpulan nilai-nilai dan
kepercayaan pribadi yang memberikan konsisten dalam kehidupannya.
b) Manajemen
diri. Dimensi ini menjelaskan adanya kemauan dan kapasitas dalam diri seseorang
untuk mengelola dirinya. Kapasitas tersebut ditunjukkan dengan adanya keterampilan atau kompetensi
dalam diri orang yang mandiri.
c) Meraih
kebebasan untuk belajar. Dimensi ini menjelaskan tentang adanya kebutuhan
individu untuk memperoleh kesempatan belajar. Dimensi ini menjelaskan bahwa
orang dewasa memiliki kebutuhan untuk meningkatkan diri melalui belajar
berbagai hal dalam kehidupan. Kebutuhan belajar dapat berupa kebutuhan
informal, nonformal maupun kebutuhan belajar secra formal.
d) Penguasaan
pebelajar terhadap pembelajaran. Dimensi ini dihubungkan dengan peran siswa
pada situasi belajar formal yang melibatkan cara mengorganisasi tujuan
instruktional. Penjelasan dimensi ini dihubunkan dengan pengawasan guru
mengenai hal-hal yang menjadi porsi dan pengawasan guru yaitu tujuan belajar,
materi belajar, kecepatan belajar, langkah-langkah belajar, metodologi, dan
evaluasi belajar.
2.
Pendapat
tentang Pembentukan Kemandirian dalam Belajar
Ada
berbagai pendapat tentang pembentukan kemandirian dalam belajar orang dewasa.
Pendapat-pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a) Kemandirian
bersifat “unidimensional” (Candy, 1991). Menurut kelompok ini, kemandirian
terbentuk melalui proses normal sesuai dengan perkembangan umur. Pada periode
perkembangan umur tertentu yaitu perkembangan umur manusia dewasa, seseorang
dianggap mampu mandiri dalam kehidupan sehari-hari atau dalam bekerja. Ini
berarti ia juga mampu mandiri dalam berbagai hal termasuk mandiri dalam
belajar.
b) Kemandirian
dalam belajar tergantung pada kesempatan yang di berikan oleh lingkungan
terhadap seseorang. Berdasarkan pendapat kelompok kedua, PJJ dapat dilihat sebagai
suatu lingkungan yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
mengembangkan kemampuan untuk belajar mandiri. Bagi orang tersebut, PJJ
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhannya untuk belajar yang tidak dapat
dijangkaunya melalui pendidikan tatap muka, sekaligus sebagai lingkungan yang
memungkinkan untuk melatih kemampuannya untuk belajar mandiri.
c) Kemandirian
bersifat multidimensional (Candy, 1991) dan dapat dikembangkan melalui berbagai
cara. Sifat kemandirian yang multidimensional mempunyai arti bahwa kemandirian
dipengaruhi oleh banyak hal dan aspek yang berbeda. Seseorang yang mampu
mandiri dalam bekerja belum tentu mampu mandiri dalam belajar. Pendapat
kelompok ketiga ini menjelaskan mengapa pada PJJ ada mahasiswa yang mampu
mandiri dalam belajar, di sisi lain, banyak mahasiswa dewasa lain yang tidak
mampu mandiri dalam belajar sehingga memutuskan putus sekolah.
3.
Dinamika
Kemandirian dalam Belajar pada Pendidikan Jarak Jauh
Kemandiri
dalam belajar yang terbentuk karena kebutuhan seseorang untuk belajar. Adanya
kebutuhan seseorang untuk belajar membuat seseorang berusaha keras untuk
mempelajari materi yang diminatinya. Usaha yang dilakukan orang tersebut
membantunya untuk meningkatkan potensi mandiri yang dimilikinya sebagai orang
dewasa untuk mandiri dalam belajar.
Pembentukan
kemandirian dalam belajar juga dapat terjadi karena interaksi dengan orang atau
pihak lain maupun perlakuan yang diberikan oleh suatu pihak atau lembaga
terhadap seseorang, dan pihak lain tersebut adalah lembaga penyelenggara PJJ.
Sistem belajar pada lembaga PJJ memberikan perlakuan yang mendukung
terbentuknya kemandirian dalam belajar. Pengembangan kemandirian dalam belajar
dapat dilakukan baik melalui kesempatan mempelajari materi belajar atau modul
yang dapat didesain dan dipelajari secara mandiri, maupun melalui kesempatan
untuk belajar tentang cara belajar yang baik. Dalam hal ini, peran lembaga PJJ adalah menyediakan berbagai materi belajar
yang memberi kesempatan kepada seseorang untuk maupun mempelajari materi
tersebut secara mandiri.
Bagan dari
Wright (1989) berikut ini menunjukkan bahwa mahasiswa di lembaga PJJ dapat
mengembangkan diri melalui dua kegiatan belajar seperti berikut ini.
Pengembangan diri menurut Wright,
1989 (dalam Asandhimitra,dkk)
·
Confidence: self-awaraness, aware of others,
framework.
·
Competence organizatori, study skill
|
·
Knowledge
·
Understanding concept,principte
·
Knowledge Intellectual practikal
·
Behefs
·
|
Increased power to atc
|
Increased power to atc
|
PERSONAL DEVELOPMENT THROUGH
STUDYING THO COURSE
4.
Peran
Lembaga Pendidikan Jarak Jauh
Kemandirian
pada PJJ harus dilihat dengan kacamata yang berbeda dibandingkan dengan
kemandirian secara umum. Bentuk kemandirian pada PJJ adalah kemandirian dalam
belajar. Di satu sisi, PJJ merupakan tempat bagi orang yang memiliki kemampuan
belajar mandiri tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Di sisi lain, PJJ
menyediakan lingkungan yang memberi kesempatan kepada seseorang untuk
mengembangkan kemandirian dalam belajar melalui sistem pendidikan yang
menyediakan berbagai materi yang dapat dipelajari secara mandiri dan melalui
interaksi seseorang dengan lembaga PJJ.
Peran lembaga
PJJ terhadap pengembangan kemandirian dalam belajar amat diperlukan mahasiswa,
dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, serta dengan mempertimbangkan
dinamika kemandirian mahasiswa. Dengan cara tersebut, lembaga PJJ dapat
memaksimalkan kinerja sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas.
Pertanyaan
Upaya
apa yang dilakukan PJJ untuk
meningkatkatkan kemandirian dalam belajar?
Jawab
1. PJJ
melengkapi berbagai akses terhadap informasi bagi mahasiswanya dengan berbagai
cara dan media. Semakin mudah dan fleksibel mahasiswa dapat akses informasi,
maka semakin besar pula kesempatan bagi mahasiswa tersebut untuk mengembangkan
kemampuan belajar mandirinya.
2. Lembaga
PJJ mendorong dan meningkatkan mahasiswa agar mempunyai karakter-karakter
mandiri seperti yang diharapkan dalam sistem PJJ.
3. Konseling
untuk mahasiswa PJJ. Belajar mandiri bukan berarti tidak membutuhkan bantuan
orang lain. Mahasiswa tetap membutuhkan informasi dari yang mereka anggap lebih
ahli, misalnya ingin mengetahui bagaimana strategi belajar yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asandhimitra, dkk. 2004. Pendidikan
Tinggi Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tian Belawati, dkk. 1999. Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar